Tanpa adanya gairah tidak ada belas kasih. Dengan cara yang sama harus ada eros dalam campuran jika perlu harus ada agape juga. Jika tidak ada kekuatan untuk menarik tidak ada sesuatupun yang dapat mendorong kita melampaui pengertian manusia.
Meskipun demikian gairah dapat putus terlepas dari rumusan ini dan berdiri sendiri - hanya melayani seleranya dan kepentingannya sendiri. Membentuk kekuatan liar dalam jiwa kita yang mengakibatkan kehancuran dunia di sekitar kita. Kita terpental secara liar dari hasrat sampai keletihan sebelum kita mulai mencari obyek lain yang dihasratkan. Segala macam jenis kecanduan segera mengajarkan kita bahwa ada penderitaan yang terkandung di dalamnya. Bagaimana hal ini terjadi, rumit ceritanya. Namun jalan keluarnya sederhana: mengajak diri anda untuk dikasihi.
Ada kemungkinan sepertinya anda tidak membutuhkan gairah untuk membiarkan diri anda dikasihi. Gairah semuanya ada dalam mengasihi dan pencarian obyek yang diinginkan. Tetapi Penderitaan Yesus yang diawali pada Minggu Suci hari ini membawa kita lebih memusatkan pada kebenaran tempat dualisme antara mengasihi dan dikasihi, meleburkan sumber dualisme semua egoisme.
Dengan pembubaran pemusatan diri sampailah pada pemutusan karma. Kitab suci melihat ini secara bersama-sama maupun secara pribadi. Kisah yang mulai kita ceritakan kembali hari ini sangat tidak melelahkan dan mendunia disebabkan hal ini.
Semua imam siap menjalankan tugasnya setiap hari, berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama yang tidak mampu membuang dosa-dosa. Di sisi lain, Dia mempersembahkan satu korban tunggal untuk dosa-dosa, kemudian mengambil tempat untuk selamanya, di sisi kanan Allah. (Ibrani 10: 15)
Itulah cara agamis dan alkitabiah mengungkapkannya. Meskipun demikian intinya mendunia: dalam Yesus lingkaran pengulangan ini terputus dan karma diluar kemampuan pengetahuan manusia. Kita tidak perlu mencari pengobatan 'yang bersifat penyembuhan sementara' lagi. Obat ini benar-benar dapat menyembuhkan.
Kita bisa meragukan hal ini saat pertama kali mendengarnya. Meskipun Injil-injil hanya menceritakan kisah manusia saja dan terserah pada kita masuk akal atau tidak. Hal inilah yang mengubah keraguan menjadi iman. Ini terjadi ketika cerita itu adalah kita Kemudian Dia menjauh dari mereka, kira-kira sejauh sepelemparan batu, kemudian berlutut dan berdoa. 'Bapa', kata-Nya 'jika Engkau mau, ambillah cawan ini dari-Ku. Meskipun demikian, kehendak-Mu lah yang terjadi, bukan kehendak-Ku'. Kemudian ada malaikat muncul di hadapan-Nya, datang dari sorga untuk memberi-Nya kekuatan. Dalam penderitaan-Nya yang berat dia berdoa lebih sungguh-sungguh, dan keringat-Nya jatuh ke tanah seperti tetesan-tetesan besar darah. (Luk 22: 41ff)
Cerita ini bukan dongeng. Bagi orang dewasa manapun, kisah ini bergaung seakan pengalaman kita sendiri. Kesendirian, penderitaan, ketakutan, gejala-gejala fisik, malaikat kerahiman yang tak terduga. Tetapi inti dari semua ini adalah kasih yang dirasakan merangkul-Nya, yang memberi-Nya kekuatan untuk mengasihi mereka yang bahkan, pada waktu itu, tidak Dia kenal.