Seorang teman yang sedang mengandung beberapa bulan baru saja kembali dari pemeriksaan scan pertamanya dengan wajah yang cerah. Saat dia mau pergi dilihatnya sebuah jeruk lemon dimeja dapur, diambilnya dan berkata 'janinnya sekarang sebesar ini ukurannya ' Janin ini masih belum tahu kelaminnya.
Pohon-pohon oak besar tumbuh dari bijinya yang kecil secara alami. Namun rencana tentang kehadiran seorang bayi - dan semua perubahannya telah dimulai untuk dibawakan dalam kehidupan keluarga sejak hamil. Dan segala perkembangan kehidupan yang akan datang - rencana jadi berubah dari sebenarnya karena sekarang telah berkembang lagi. Jeruk lemon yang dibawa pulang menjadikan suatu peristiwa besar yang berasal dari benda kecil. Namun yang lebih aneh lagi adalah keuletan kehidupan dan pertumbuhan yang tanpa maksud tertentu. Suatu kekaguman biasa tetapi sulit dijelaskan ketika munculnya seorang manusia sebesar jeruk lemon telah membuat pikiran yang berceloteh jadi hening.
St. Paulus menggunakan gambaran perkembangan janin untuk menjelaskan relasinya dengan komunitas di Galatia yang amat dikasihi dan diperhatikannya. Gereja-gereja lokal ini mungkin tidak lebih dari tiga puluh atau empat puluh pengikutnya. Dia mengembangkan kiasan rahim yang hidup dalam proses pertumbuhan rohani mereka yang mengandung pribadi Kristus. 'Anak-anakku, saya menderita lagi karena sakit melahirkan bagimu sampai Kristus terbentuk di dalam dirimu.'
Seperti jeruk lemon itu, suatu peringatan yang mengejutkan tentang begitu nyata dan tidak sempurnanya suatu proses. Sungguh aneh jika kita menganggap diri sebagai orang Kristiani tetapi tidak tahu maknanya. Detik-detik saat ini kita kenal sebagai detakan jam, gerak tombol dengan hitungan mundur. Namun waktu tidak bisa diraih. Waktu tidak dapat dibekukan kecuali dalam kenyataan sebenarnya. Dalam kehidupan nyata kita adalah panah yang ditembakkan melewati waktu dan ruang.
Mungkin itulah sebabnya kita memerlukan musim, untuk membedakan perjalanan waktu yang keberlanjutan,. Musim-musim tersebut mengingatkan kita bahwa kita harus belajar untuk berjalan dengan sadar, meskipun kita tidak tahu kita sadar untuk apa. Sadarlah hanya itu aturannya. Dan membiarkan obyek-obyek kesadaran secara berurutan hadir sendiri ; kita lihat apa yang tinggal, berapa lama, dan juga apa yang berlalu. Untuk perkembangan kesadaran ini kita butuhkan pikiran yang jernih dan tenang yang datang dengan memusatkan diri pada disiplin yang dibawa oleh masa Prapaskah dan meditasi.