Manusia selalu menganggap dunia adalah siklus alam yang besar. Segala sesuatu yang pernah terjadi akan terulang kembali, menurut salah satu kitab Kebijaksanaan dalam Kitab Suci. Musim bergulir seperti dalam perbintangan, dapat diperkirakan dan memberikan kepastian bagi orang-orang yang menguasai pengalaman tentang perubahan dan kematian. Pengulangan memiliki sisi ganda: melegakan karena dapat diperkirakan, membosankan karena sama terus. Jadi kita berusaha untuk memperoleh yang terbaik dari kedua dunia tersebut, mencari perubahan karena ada kemungkinan dapat memenuhi keinginan kita tetapi juga dapat tetap diam ditempat karena, meskipun tidak lengkap, inilah yang terbaik yang kita ketahui.
Barangkali sepanjang sejarah manusia dan sebagian besar kehidupan kita, kita habiskan untuk mengkotak-kotakkan siklus lingkaran ini.
Siklus alam adalah ibarat irama bass. Tetapi dalam siklus tersebut kita persiapkan berbagai keragaman yang kreatif dan menawarkan kebebasan dari segala sesuatu yang monoton. Begitu roh penciptaan dibebaskan kita merasa terhubung dengan sumber perputaran yang tak pernah membosankan dan yang selalu baru. Pengalaman akan Allah sebagai sumber segala sesuatu yang ada merupakan tujuan akhir dari semua usaha dan keinginan manusia sekalipun yang paling mempedayakan dan paling menyakitkan. Seperti halnya dengan migrasi besar- besaran di alam yang terus menerus terjadi di sekitar kita, kita selalu pulang ke rumah karena di sanalah kita terpenuhi akan segalanya dan merasakan kedamaian, aman dan dapat berkembang.
"Bapa ada di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa"
Di dalam peziarahan, sewaktu keluar dari tekanan roh, kita sadari bahwa kita membawanya pulang di dalam diri kita dan kita mencapai kemajuan menuju ke dalam siklus penemuan kembali dan pelepasan, penemuan dan kehilangan. Dalam latihan harian meditasi, kita bergerak memutar roda doa yang selalu membawa kita ke suatu tempat yang baru.