Home
Kalender Kegiatan Komunitas
Renungan Prapaskah 2018
Bacaan Harian Bersama John Main
Daily Wisdom
Weekly Teaching
Newsletter
Renungan Bacaan Injil
Bahan Pengajaran
> > Bahasa Indonesia
> > Bahasa Inggris
Cara Bermeditasi
Pokok Pengajaran
Oblat WCCM
Kerabat Meditator


Acara Khusus
Jadwal Pertemuan
Kolom Tanya Jawab
Berita & Foto
Sharing
Kepustakaan
Tentang Kami
Hubungi Kami















Links:
Bahasa Inggris
* WCCM
* Programme | Bonnevaux Centre for Peace
* School of Meditation
* Christian Meditation for Priests












Renungan Bacaan Injil:

Selasa Minggu ke-5 Prapaskah (2012)

Dan Ia yang telah mengutus Aku, menyertai Aku! Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya

Dia selalu rindu untuk menyenangkan ayahnya dan mendapatkan persetujuannya. Lama setelah dia dewasa, setelah dia menikah dan mempunyai anak, ayahnya menahan persetujuan dan tanda kasih terakhir yang dirindukannya itu. Ketika ayahnya mencapai hari ulang tahunnya yang penting dia membelikan ayahnya benda yang selalu diinginkan ayahnya, sebuah Harley Davidson.

Hadiah itu berkenaan dengan keinginan rahasia ayahnya yang diceritakan padanya pada saat keakraban mereka yang langka bertahun-tahun lalu. Saat dia memberikan hadiah itu, dia langsung dapat merasakan bahwa hadiah itu tidak membuat kejutan seperti yang diharapkannya. Ayahnya menerima hadiah itu dengan sopan dan dingin, menahan dan menyembunyikan perasaannya sendiri dari anaknya seperti yang selalu dilakukannya. Hati anaknya yang tumbuh dewasa itu remuk redam; tiba-tiba dia kembali menjadi seorang anak kecil yang hancur hatinya, berteriak meminta penegasan secara jantan yang tak pernah diterimanya.

Hal ini memang tidak ada hubungannya dengan tema refleksi hari ini. Seperti yang tertulis dalam Injil Yohanes, Yesus sering mengacu pada relasi-Nya dengan Bapa-Nya (Bapa kita). Tetapi tidak seperti relasi dalam anekdot di atas, bukan hubungan psikologis. Gambaran seorang ayah atau ibu begitu kuat bagi kebanyakan orang sehingga orang bisa menganggap kebijaksanaan Allah dengan menyamakannya dengan salah satunya , karena itu sarat dengan muatan psikologis disetiap kisah individu.

Satu hal, Yesus dan budayanya pasti ada sebelum Freud. Ketika kita menganggap bahwa paradigma Freud mencakup semua interaksi manusia, yang sebelum Freud sering dianggap sesuatu yang naif atau primitif. Meskipun demikian lebih jauh dari ini ketika tingkatan Yesus menggunakan simbol 'Bapa-Ku' untuk relasi-Nya - yang merupakan inti acuan semesta-Nya dan sumber kuasa-Nya. Sangat manusiawi, sekalipun tidak secara psikologis. Relasi itu ontologis (Sebuah cabang metafisika yang membahas tentang kodrat dan relasi makhluk): secara alami, pribadi atau antar pribadi, tetapi segala sesuatu seperti apa adanya. Terjadilah.

Anggaplah kita dapat mengatakan 'jadi, apalah artinya itu'? Mungkin itulah sebabnya Yesus menggunakan simbol bapa, sesuatu yang kita dapat kaitkan, juga gambarkan namun yang tidak dapat kita ucapkan; sekalipun lebih nyata daripada pemikiran apapun. Untuk alasan ini, perasaan yang diteguhkan oleh kenyataan yang terdalam dan paling sederhana menjadikannya cara yang terbaik atau satu-satunya jalan bagi anak yang tak dicintai itu untuk dapat menyembuhkan kebutuhan kejiwaannya yang tak terpenuhi.

Di padang gurun, dalam meditasi, kita langsung terjun melalui alam kejiwaan (dengan beberapa benturan di tengah jalan), langsung ke dasar diri kita. Mantra kita adalah fiat kita. Biarlah terjadi.

Laurence Freeman OSB


Lainnya:







Meditasi Kristiani Online:
Praktek dan Pengajaran Singkat
Six Week
Week 1:


Week 2:


Week 3

Week 4

Week 5

Week 6

Subscribe Youtube: Meditasi Kristiani Indonesia



YOUTUBE: