Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. (Yoh 3:17)
Sungguh menyedihkan (bagi kebanyakan kita) bahwa kata-kata ini melukai begitu banyak orang yang mendengar suatu hal yang tidak mereka katakan. Bagi mereka yang berada di jalan pemuridan Kristiani (suatu hari kita mungkin merasa kita bisa disebut umat Kristiani, Kristus yang lain, tetapi mungkin tidak hari ini) kata-kata ini mempunyai dampak yang berbeda.
Mereka mengisyaratkan kedalam pengalaman kasih yang lebih dalam dan lebih dalam lagi yang menciptakan dan terus menciptakan ulang dunia, melayaninya, membetulkannya dan menuntunnya pada hasil yang lebih baik tanpa peduli pada cacat yang sudah dibawanya. Saya sudah memeriksa teks ini apakah ada salah ketik atau tidak, tetapi hal ini tidak akan mengurangi artinya.
Barang-barang budaya Gereja, terutama dari barat, membuat banyak orang sulit untuk melihat bahwa kebaikan dan kemuliaan Allah yang tak tergoyahkan tercermin dan aktif dalam dunia psikologis dan dunia materi – jika kita mengaktifkannya dengan mengenali dan menerimanya sebagai karunia yang tak terduga. Kita tidak dirancang untuk dihakimi tetapi untuk dibuat utuh. Saya tidak tahu jika ada yang dapat membantu kita untuk menyadari hal ini dengan segera lebih baik dan lebih efektif daripada meditasi.
Bacaan harian John Main kemarin dengan indah menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk mendekati meditasi adalah sebagai pejiarahan batin yang mempengaruhi seluruh hidup kita dan keberadaan kita. Dia berkata jangan kecewa oleh karena kegagalan kita untuk menjadi sempurna dalam bermeditasi, begitu juga dalam mengucapkan mantra terus menerus atau dalam disiplin harian. Namun dia juga berkata bahwa bermeditasi setiap hari itu benar-benar amat penting. Berpegang pada kedua pegangan pengajaran tersebut membantu kita untuk mengarahkan jalan kita melalui berbagai padang gurun dan gunung.