Home Kalender Kegiatan Komunitas Renungan Prapaskah 2018 Bacaan Harian Bersama John Main Daily Wisdom Weekly Teaching Newsletter Renungan Bacaan Injil Bahan Pengajaran > > Bahasa Indonesia > > Bahasa Inggris Cara Bermeditasi Pokok Pengajaran Oblat WCCM Kerabat Meditator Acara Khusus Jadwal Pertemuan
Berita & Foto Sharing Kepustakaan Tentang Kami Hubungi Kami Links: Bahasa Inggris * WCCM * Programme | Bonnevaux Centre for Peace * School of Meditation * Christian Meditation for Priests |
Renungan Bacaan Injil: PENGAJARAN 36: PENGALAMAN MISTIK YESUS Minggu lalu kita melihat bahwa kesadaran mistik sudah ada umurnya setua bukit. Kebanyakan para Ilmuwan hebat jaman kita juga melihat dunia dengan cara ini – secara keseluruhan dan terhormat. Dengan demikian akar dari yang kita namakan tradisi mistik Kristiani, mendahului sejarah Yesus. Hal ini sesuai dengan teologi Inkarnasi yang menyatakan bahwa Sabda abadi memasuki waktu dan ruang dalam pribadi Yesus dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tak dapat diulang kembali. Memang ada gunanya untuk berkutat pada paradoks ‘tempiternity’ ini – istilah Raimon Panikkar untuk penyatuan waktu dan keabadian dalam satu kesadaran – karena paradoks ini menyoroti apa yang beda tentang pengalaman Kristiani. Paradoks ini juga menjelaskan mengapa Kitab Suci dan sabda-sabda Yesus dapat dipahami melalui berbagai cara. Misteri yang sama ini menunjukkan bagaimana kita memasuki dasar kemanusiaan biasa, memasuki lebih dalam tradisi kita sendiri. Dengan tetap beriman pada iman kita – asalkan kita terjun kedalamnya – kita muncul di tempat Yesus yang bangkit menemui kita, dalam wilayah tanpa batas. Dunia kita tidak pernah membutuhkan kebijaksanaan mistik dibandingkan sebelumnya, untuk lebih mementingkan pengrusakan diri dan sekaligus untuk menghentikan pembedaan, menjadi pecah dan berbagai alasan untuk melakukan kekerasan. Akar kebijaksanaan mistik Kristiani berada diruang terdalam hatinya Yesus. Hati manusia – lambang umum untuk keutuhan dan kedalaman – terkenal sulit untuk membedakannya. Kita tidak mengharapkan untuk dapat melihat jauh ke dalam hati Yesus, bukankah Dia secara khusus memberi tahu kita bahwa dia telah ‘mengungkapkan padamu semua yang telah Aku dengar dari Bapa-Ku’ (Yoh 15:15). Kita disebut sahabat-Nya, dan Dia tidak menyembunyikan apa-apa dari mereka. Wahyu yang luar biasa ini, bersamaan dengan semua yang disarankan mengenai hubungan yang ilahi dengan kemanusiaan, berada di inti iman Kristiani dan mendasari setiap penafsiran tentang Salib dan Kebangkitan. Didalam Perjanjian Baru, Yesus lebih sering disebut ‘guru’ dibandingkan sebutan lainnya. Kita belajar dari Dia, seperti yang tersirat dalam kata murid/disciple (dari kata discere, belajar). Seperti halnya guru yang baik, Yesus berbagi tentang yang Dia ketahui dengan membentangkan pikiran kita dan memperluas kemampuan kita untuk pengetahuan gnosis, yaitu pengetahuan yang langsung didapatkan melalui pengalaman pribadi. Inilah yang disebut oleh Konsili Vatikan II sebagai panggilan umum untuk kekudusan. Mengapa Konsili ini begitu menekankan pemulihan tradisi kontemplatif.? Salah satu cara terbaik untuk mengajarkannya bukan dengan memasukkan informasi melainkan dengan bertanya. Pengalaman mistik tumbuh subur ketika pikiran terbuka dan inilah yang terjadi berkat pertanyaan-pertanyaan. Di antara begitu banyaknya pertanyaan yang ditanyakan oleh Yesus mungkin yang paling penting – yang juga menunjukkan pengalaman-Nya akan Bapa yang kemudian menjadi pengalaman kita – adalah ‘menurutmu siapakah Aku?’ (Luk 9:8; Mat 16: 15). Pertanyaan tersebut bukan pertanyaan yang menyerang. Abaikan saja jika anda mau. Tetapi jika kita mau mendengarkannya, pertanyaan tersebut akan membawa kita, seperti kisah Alice in Wonderland, menuruni terowongan dalam menuju sebuah dunia kenyataan dan cahaya yang amat sangat terang yang disebut oleh Yesus sebagai Kerajaan. Seolah-olah, dengan mendengarkan pertanyaan tersebut kita seolah-olah ditipu untuk menghadapi pertanyaan dasar kesadaran manusia yang suka kita tunda tanpa sebab yang jelas: ‘siapakah aku?’ Para mistikus Kristiani selalu melihat bahwa pengenalan diri tidak dapat dipisahkan daripada mengenal Allah. ‘Biarlah aku mengenal diriku sendiri supaya aku dapat mengenal-Mu’, doa St. Agustinus. Pengenalan diri Yesus sendiri adalah dasar kekuasaan yang rendah hati untuk menanyakan pertanyaan-Nya. Kebijaksanaan mistik adalah kerendahan hati. ‘Aku tahu dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi’ (Yoh 8: 14). Seolah-olah Yesus, guru Injil dan guru di dalam hati kita, menginginkan kita dapat mengatakan hal ini tentang diri kita sendiri. Basilieia, sebuah kata Yunani yang artinya ‘kerajaan’ lebih baik diterjemahkan sebagai ‘memerintah’. Hal ini mengingatkan kita bahwa Kerajaan Allah bukanlah suatu tempat yang kita tuju atau sebuah hadiah yang pantas kita dapatkan. Artinya adalah kehadiran Allah sejati tempat semua yang mendua diubah , meskipun tidak dihancurkan. ‘Engkau tidak dapat berkata, ‘lihat dia ada di sini’ atau ‘ada di sana’, karena sesungguhnya kerajaan Allah ada di dalam/di antara kamu’ (Luk 17: 20). Kata depan yang digunakan di sini adalah ‘eu’, yang artinya bisa di dalam dan di antara, dan seperti umumnya tata bahasa Paulus, memberi sentuhan mistis dan sosial. Mistik dan moral, kontemplatif dan aktif, Injil merupakan sumber yang tak terbatas bagi pertumbuhan rohani. Maknanya berubah menyesuaikan dengan cara membacanya dan disesuaikan dengan kecerdasan hati si pembaca. Doa kontemplatif dan Sabda Kitab Suci yang hidup bersama-sama membentuk tradisi mistik Kristiani. Berakar pada pengalaman akan Yesus, tradisi mistik Kristiani secara sederhana berarti memasuki Kerajaan Allah dalam kesatuan kasih dengan-Nya, diterangi oleh cahaya sabda-Nya, dalam lingkungan khas kehidupan kita. Yesus melakukan banyak hal. Dia mengampuni dosa, menyembuhkan orang sakit, memberi makan orang lapar, membangkitkan orang mati, meredakan badai, menceritakan perumpamaan-perumpamaan dan menarik diri secara teratur untuk doa hening dan berdoa sendirian. Namun yang terpenting dari semua yang dikatakan dan dilakukan-Nya adalah perwujudan Kerajaan Allah. ‘Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku ada di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku’ (Yoh 14: 10-11). Pernyataan persatuan dengan Allah dan jaminan Yesus tentang pengutusan Roh Kudus – selama berabad-abad – menuntun pada model Trinitas bahasa mistik Kristiani. Meskipun demikian seperti yang akan kita lihat dalam serangkaian pengajaran ini, bahasa ini lebih mirip bahasa mimpi dari pada bahasa kelas. Jadi tidak heran jika para mistik Kristiani sering bertentangan dengan para akademisi dan petugas birokrasi. Baik Yahudi maupun Islam, saudara kita dalam iman, bersemangat dalam pengajaran doktrin ortodoks. Tetapi mistik masih sering terdesak, dengan resiko pribadi, menemukan kata-kata untuk pengalaman yang bangkit dalam keheningan persatuan di dalam hati. Yesus, contoh kontemplatif Kristiani, juga menunjukkan bagaimana pengalaman akan kasih Allah menuntut untuk mengungkapkan akan perubahan di dalam kesadaran manusia. Kita memasuki Kerajaan Allah melalui perubahan kesadaran di dalam pemusatan kasih yang lain. Sabda bahagia menggambarkan apa yang terjadi pada dunia sesudahnya. Kasih adalah mata uang Kerajaan Allah dan perintah untuk mengasihi adalah penyederhanaan besar yang menyatukan moral dan mistik bersama. Kekristenan pada intinya adalah sebuah agama mistik karena tidak masuk akal di luar yang tampaknya persatuan tempat segala sesuatu yang bertentangan didamaikan. Bahkan musuhpun menjadi orang yang kita kasihi. Yesus mengajarkan kontemplasi tanpa kekerasan sebagai tonggak Kerajaan Allah yang sederajat. Sebagai murid Kristiani yang berkembang, dipupuk oleh Sabda-Nya, sakramen, komunitas dan dialog antar kepercayaan, pengalaman-Nya akan menjadi pengalaman kita. Pengalaman mistik Kristiani pada intinya adalah kehidupan Kristiani. Dengan hidup didalamnya kita melihat bahwa kediaman agung yang Dia nyanyikan dalam Kotbah Perpisahan – ‘seperti Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam kamu, agar mereka juga di dalam Kita’ (Yoh 17:21) – bukan hanya kata-kata saja. Bacaan lebih lanjut: Akar Mistik Kristiani, Olivier Clement Yesus: Guru Di Dalam Hati Kita,(Jesus, the Teacher Within) Laurence Freeman Laurence Freeman Lainnya:
|
|
Meditasi Kristiani Online: Praktek dan Pengajaran Singkat Six Week Week 1: Week 2: Week 3 Week 4 Week 5 Week 6 Subscribe Youtube: Meditasi Kristiani Indonesia YOUTUBE: |