Menghitung hari. Anak-anak melakukannya saat mereka menantikan sesuatu. Para narapidana melakukannya saat mereka bertahan menjalani masa hukuman dalam penjara. Peziarah rohani juga melakukannya - dengan cara seperti seorang anak karena mereka cinta pada kebebasan.
Hitungan mundur masa Prapaskah telah dimulai. Cara in rasanya lebih alami karena begitu kuno - untuk menjadi lebih jernih akan waktu dan akan keabadian yang berarti ada di sini, pada saat kini. Seseorang menyebutnya sebagai cita rasa yang, menembus waktu dengan kesadaran yang cemerlang akan kekudusan dalam hal-hal yang biasa.
Melalui pikiran sehari-hari yang biasanya memerlukan waktu untuk dapat menyadari gerakan perubahan, kita sedikit demi sedikit dibawa maju oleh meditasi menuju ke kedalaman keberadaan kita. Inilah sebabnya apa yang kita rasakan atau tidak kita rasakan dalam latihan rohani kita tidak begitu penting. Ada hari-hari dimana kita akan mengerti artinya dan kita menjadi termotivasi. Ada hari-hari lain dimana latihan meditasi yang kita lakukan tampaknya konyol dan sia-sia saja. Kesadaran yang lebih jernih dan lebih dalam, hati yang tulus akan menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya.
Latihan Prapaskah apapun yang telah anda mulai, seperti meditasi itu sendiri, bukanlah soal menjadi sempurna atau mencapai keberhasilan. Mari kita hilangkan persamaan tersebut sejak dari awal.
Kita semua pernah gagal. Setiap orang memulai, berhenti dan mulai lagi. Yang penting adalah kesetiaan dan selalu kembali bermeditasi. Kesetiaan mengajarkan kedisiplinan pada kita. Disiplin membebaskan kita dari ego dan membawa kita melampaui diri kita untuk masuk dalam kesadaran sejati, kepolosan sejati dan pada akhirnya, kasih yang sejati.