Terkadang, keinginan seseorang yang terdalam tampak dominan dalam kepribadiannya sehingga terlihat oleh siapa saja sedangkan orang tersebut yakin dia telah menyembunyikannya dengan baik sehingga dia sendiri hampir tidak menyadarinya. Disitulah terjadi tragedi manusia yang tidak masuk akal. Dapat juga kita membangun kerajaan finansial atau menyerah pasrah pada kecanduan yang memalukan dengan cara yang kekanak-kanakan dan menjauh dari diri kita yang sejati maupun diri kita yang palsu - atau dari setiap diri yang kita temukan.
Untuk mengatasi hal ini, kita tidak boleh meremehkan betapa dalam dan luasnya penderitaan manusia itu dialami
"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat."(Mat 5: 32)
Setiap kepalsuan di dalam diri kita melahirkan cacat dalam jiwa yang gejala-gejalanya perlu kita kenali sendiri, baik itu berupa ketakutan, kemarahan, kesedihan ataupun keinginan-keinginan palsu. Kita mungkin menyalahkan orang lain untuk menggantikan rasa bersalah kita, tetapi akibatnya setiap ada kehilangan kita dilemahkan oleh karena rasa malu dari dalam diri kita sendiri.
Lebih cepat kita membuka diri terhadap semua cacat tersebut lebih baik dan meditasi membuka semua kecacatan itu dalam terang sejak dari hari pertama. Hanya ketika kita mulai menjadi sederhana, kita dapat benar-benar melihat bahwa Allah bukanlah hakim dan penghukum melainkan seorang tabib dan sahabat.
Metafora-metafora tersebut mungkin tidak sempurna tetapi akan menjadi nyata setelah kita mengalaminya. Hanya dengan menemukan benua kasih dalam hati kita rasa malu dan rasa takut manusia lenyap dalam ketidak beradaannya sendiri.