Home
Kalender Kegiatan Komunitas
Renungan Prapaskah 2018
Bacaan Harian Bersama John Main
Daily Wisdom
Weekly Teaching
Newsletter
Renungan Bacaan Injil
Bahan Pengajaran
> > Bahasa Indonesia
> > Bahasa Inggris
Cara Bermeditasi
Pokok Pengajaran
Oblat WCCM
Kerabat Meditator


Acara Khusus
Jadwal Pertemuan
Kolom Tanya Jawab
Berita & Foto
Sharing
Kepustakaan
Tentang Kami
Hubungi Kami















Links:
Bahasa Inggris
* WCCM
* Programme | Bonnevaux Centre for Peace
* School of Meditation
* Christian Meditation for Priests












Renungan Bacaan Injil:

Jumat Agung (2013)

Sepanjang sejarah dalam kebanyakan aturan hukum, kematian merupakan kejahatan dan hukuman yang terberat. Tidak bisa diubah lagi, mutlak, dan itulah salah satu alasan menganggapnya sangat mengerikan. Alasan lain, pastinya adalah kehilangan itu bertalian dengan kehilangan segalanya. Bila apapun yang pernah kita miliki diambil secara paksa atau karena kecelakaan, rasa takut akan kematian muncul. Ketika kematian itu akhirnya datang seakan membuktikan bahwa rasa takut itu dibenarkan: akhirnya segala sesuatu pergi; jadi pada akhirnya segala sesuatu itu tak ada artinya.

Yesus akan mati juga pada suatu saat. Kesimpulan dari kelahiran adalah kematian. Bukan hanya karena Dia telah mati, tetapi juga cara dan alasan Dia mati itulah yang menjadikan Jumat Agung ini. Bagaimana kematian-Nya bisa berbeda dari kematian dua orang penjahat yang disalibkan di kedua sisi-Nya atau orang-orang yang mati pada hari yang sama secara alami?

Pertama, ada cahaya yang luar biasa terang yang menggambarkan kematian-Nya bersinar ke dalam pikiran dan hati-Nya. Kita tidak melihat segala sesuatu karena tidak seorangpun yang dapat mengetahui segala sesuatu yang bahkan melintas di dalam pikirannya sendiri, apalagi pikiran orang lain. Tetapi kita cukup banyak mengetahui bahwa Dia menderita kehilangan karena direnggut hubungan-Nya dengan keindahan dunia. Dia mengalami pemisahan terakhir dengan mereka yang telah menjalin persahabatan dengan-Nya dan yang telah berjalan bersama-Nya di bumi yang indah ini sebagai rumah yang mereka tinggali bersama.

Dia mengetahui kematian seperti layaknya setiap manusia. Kematian harus diterima dan Dia menyerahkan diri-Nya. 'Ke dalam tangan-Mu Ku serahkan nyawa-Ku.' Kita tidak diberitahu bahwa ada suara yang berbisik, 'jangan takut, ini hanya untuk dipertunjukkan saja, kamu akan baik-baik saja'. Memang benar, semua tertutup mengenai Dia dan yang Dia ketahui. Menyerah pada segala sesuatu tidak berarti yakin bahwa semua yang diberikan tidak akan dilebur sia-sia melainkan akan diubah dan dikembalikan.

Namun di puncak kematian yang amat sangat mengerikan dan kesendirian ini kita melihat - karena Dia mengalaminya - sesuatu yang tidak menghalangi kematian-Nya melainkan menyinarinya. Ketika cahaya kehidupan redup dan padam, suatu cahaya lain bersinar lebih kuat berasal dari sumber yang lain. Kasih yang telah diketahui dari pengenalan diri-Nya yang paling dalam sepanjang hidup-Nya terbukti nyata, lebih nyata dari kematian. Kita mengetahuinya ini karena pada saat kematian-Nya, Dia memberikan diri-Nya dalam kasih kepada mereka yang telah mengambil nyawa-Nya. Dia memberikan dan mengampuni dan pengampunan itu menempatkan kematian yang seperti dahulu kala dikenal dalam terang yang baru. Apa terang itu, kita lihat saja nanti.

Oleh Laurence Freeman OSB


Lainnya:







Meditasi Kristiani Online:
Praktek dan Pengajaran Singkat
Six Week
Week 1:


Week 2:


Week 3

Week 4

Week 5

Week 6

Subscribe Youtube: Meditasi Kristiani Indonesia



YOUTUBE: