"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."
Beberapa waktu yang lalu, saya mengunjungi sepasang suami-isteri yang pada awal tahun ini saya berkati perkawinan mereka. Ketika mereka berdua saling berpegangan tangan dan mengelus-elus perut sang isteri yang sudah membesar, mereka berbicara tentang harapan dan sukacita karena sang isteri sudah mengandung. Mereka sadar bahwa sesuatu yang baru akan masuk dalam kehidupan mereka, yaitu buah cinta kasih mereka sendiri. Meskipun demikian ada rasa kuatir juga di dalam hati mereka. Namun perasaan yang paling besar dan menonjol dalam hati mereka adalah perasaan sukacita dan penuh pengharapan.
Menanti dengan perasaan sukacita dan penuh pengharapan juga terasa menonjol dalam masa Advent, awal Tahun Baru Gereja, yang dimulai hari ini. Bacaan-bacaan Misa hari ini memperlihatkan kepada kita berbagai macam kedatangan Yesus. Yaitu kedatangan Yesus sebagai hakim yang mengadili pada akhir zaman, kedatangan Yesus dalam Perayaan Ekaristi, dan kedatangan Yesus dalam liturgi Malam Natal yang tidak lama lagi akan kita rayakan. Kita didorong untuk berwaspada dan berjaga-jaga, untuk siap-siaga menyambut berbagai macam kedatangan Yesus tersebut.
Meditasi adalah suatu cara untuk berjaga-jaga dan bersiap-siaga menyambut kedatangan Tuhan. Meditasi adalah suatu bentuk doa dimana kita tidak menggunakan kata-kata ataupun gambaran. Kita hanya BERADA di hadirat Allah dan mengulang suatu kata-doa, yang disebut MANTRA. Meditasi Kristiani oleh Rahib Benediktin John Main (1926-1982) digambarkan dalam perintah rohani-nya sebagai berikut: "Duduklah dengan tenang, duduklah dengan punggung tegak. Tutuplah mata anda dengan lembut. Duduklah santai, namun sadar penuh. Dalam keheningan, di dalam batinmu, mulailah mengucapkan kata-doa anda. Kami menganjurkan kata-doa 'MARANATHA'. Ucapkanlah kata ini dalam empat suku kata yang sama panjangnya. Dengarkan kata-doa anda pada saat anda mengucapkannya dengan lembut dan terus-menerus. Jangan memikirkan atau berimaginasi - yang rohani ataupun yang lain. Bila muncul pikiran atau gambaran, maka jangan ditanggapi selama saat meditasi, tetapi kembalilah dengan mengulangi kata-doa anda. Lakukan meditasi anda tiap pagi dan sore selama duapuluh hingga tigapuluh menit."
Dalam perjalanan waktu, perhatian terhadap makna hidup semakin menonjol, demikian halnya juga terhadap bentuk-bentuk doa yang dapat membawa kita kepada pengenalan diri dan kebebasan yang lebih mendalam. Selain itu nampak juga adanya suatu kebutuhan akan munculnya sebuah bentuk doa baru dalam Doa Kristiani, sebuah bentuk doa yang lahir dari dialog dengan Agama-agama di Asia.
Setelah Tuhan Yesus wafat, tatkala kelompok kecil orang Kristen yang merasa kalah dan ditinggalkan oleh Tuhan Yesus, mengalami situasi yang sangat sulit, Injil diwartakan di Yunani dan ini membentuk sebuah kekuatan baru yang besar, baik dalam ungkapan maupun dalam prakteknya. Sesuatu yang mirip dapat terjadi sekarang ini. Dengan diakuinya oleh Konsili Vatikan II bahwa Allah berbicara kepada kita dalam semua tradisi dan budaya, maka terdapat suatu keterbukaan yang lebih besar untuk belajar dari agama-agama kuno Asia. Bahasa agama-agama ini adalah Keheningan dan ini mungkin menjadi bahasa religius utama di masa yang akan datang. Saat sekarang Komunitas Basis Gerejani (KBG) merupakan cara resmi meng-Gereja di Asia. Hal ini merupakan suatu perkembangan yang besar untuk menarik Allah dari awan-awan dan memungkinkan manusia mengalami karya Allah ditengah-tengah umatNya. Tumbuhnya kelompok-kelompok meditasi merupakan tanda perkembangan lebih jauh menuju pengakuan dan hidup di hadirat Allah, yang tinggal di dalam hati kita.
Dalam renungan-renungan ini, kita mencoba mendengarkan Roh dalam "Tanda-tanda zaman", dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Kita mencoba, pekan demi pekan, memberi pemahaman yang berkelanjutan mengenai meditasi, terutama tetapi bukan melulu, seperti yang diajarkan oleh John Main OSB. Kita mencoba menghubungkan percakapan meditasi setiap minggu dengan Injil hari Minggu itu. Roh yang kita baca dalam Kitab Suci, adalah juga Roh yang ADA dalam meditasi dan Roh ini akan memperkaya kita.
Kami berharap agar renungan-renungan ini dapat mendorong umat yang mulai membentuk kelompok meditasi menjadi yakin bahwa kami akan bersama mereka setiap pekan untuk menyemangati dan membimbing mereka dalam perjalanannya. Kami akan menceritakan lebih banyak lagi tentang John Main dalam beberapa pekan yang akan datang. John Main selalu berkata: "Yang penting adalah memulai, dan kemudian terus lanjut dan lanjutkan". Kami akan melakukan ini dengan harapan yang penuh suka cita.
Terjemahan diambil dari buku "Sunday into Silence" karangan Pater Gerry Pierse CSsR